Meskipun pernah memiliki riwayat konflik yang cukup panjang,
ternyata masyarakat Solo Raya terbukti sangat toleran dan mampu beradaptasi
dengan perbedaan etnik dengan segala konsekuensinya. Hal yang sama pun terjadi
di Singkawang, Kalimantan Barat. Fakta ini merupakan hasil riset dari Tim
Fakultas Psikologi UMS terhadap 98 subyek dengan etnik berbeda yang berdomisili
di dua daerah tersebut.
Pemilihan daerah Singkawang dan Solo Raya tentu bukan tanpa
alasan. Di Solo, terdapat beberapa etnik seperti Jawa sebagai mayoritas,
keturunan Tionghoa, Arab, dan berbagai suku non Jawa seperti Sunda, Madura, Batak,
dan sebagainya. Konflik multietnik di Solo Raya sudah terjadi sejak Geger
Pacinan, era awal 1900-an antara saudagar Tionghoa dengan saudagar Jawa yang
menjadi sebab lahirnya Sarikat Dagang Islam, hingga kerusuhan 1980 dan 1998.
Sering pecahnya konflik, membuat Solo digelari sebagai "Kota Bersumbu
Pendek."
Di Singkawang, etnik Tionghoa dari suku Hakka mendominasi
demografi masyarakat. Masyarakat Tionghoa berbaur dengan Suku Dayak dan juga
Jawa. Meski belum tercatat adanya konflik, komposisi etnik masyarakat di
Singkawang cukup menarik perhatian berbagai pihak.
Pada riset ini, 98 subyek diberi kuisoner terbuka untuk
menggali sikap dan perilaku mereka dalam menghadapi masalah perbedaan etnik.
Kemudian, dari 98 subyek tersebut disaring lagi
sembilan subyek untuk diwawancarai secara lebih mendalam untuk
mendapatkan temuan-temuan yang lebih mendetail. Hasil analisis menunjukkan
bahwa terdapat empat karakter sosial positif pada para subyek, yaitu komunikatif dan adaptif, peduli terhadap
lingkungan sosial, sikap kekeluargaan, dan sikap menerima (nerimo).
Karakter sosial ini sangat diperlukan untuk mendukung proses
transmisi nilai toleransi pada masyarakat multi-etnis di Singkawang dan
Surakarta. Dampak dari berjalannya proses transmisi nilai toleransi yang baik,
ialah tercipta kesehatan sosial yang
tinggi pada masyarakat. Dengan adanya kesehatan secara sosial yang berkualitas,
masyarakat pun memiliki kemampuan adaptasi, terlibat aktif dalam agenda
kemasyarakatan, terjadi kelekatan sosial, merasa aman, nyaman dan bahagia.
Penelitian ini merupakan kolaborasi antara dosen dan
mahasiswa Fakultas Psikologi UMS, diketuai oleh Dr. Eny Purwandari, M.Si,
beranggotakan Rini Lestari, M.Si, Psikolog dari unsur dosen, Depy Eka Rahmawati
dari program S1, serta Faruq dan Yeni Mulati dari mahasiswa Magister Psikologi.
Penelitian berlangsung selama kurang lebih 4 bulan, yakni sejak November 2022
hingga bulan Februari 2023.
Akan tetapi, ada beberapa catatan riset yang menemukan
adanya karakter negatif yang berpotensi merusak toleransi, seperti
kecenderungan untuk menjatuhkan stigma sosial dan menutup diri pada masyarakat
yang berbeda etnik.
"Karakter negatif ini berbahaya, karena bisa menekan
dan melemahkan proses transmisi nilai toleransi. Hal ini bisa menyebabkan
turunnya kesehatan dalam konteks sosial, terutama jika terjadi hal-hal di luar
kebiasan seperti provokasi, adu domba, ataupun persaingan ekonomi yang
menimbulkan kecemburuan sosial," ujar Eny Purwandari, yang juga merupakan
Ketua Program Studi Magister Psikologi UMS.
Selanjutnya, Eny mewanti-wanti agar menjelang pesta demokasi
"Pemilu 2024", yang mana sangat mungkin terjadi politisasi di
berbagai hal, khususnya berkaitan dengan multi-etnik, masyarakat Solo Raya
maupun Singkawang lebih mengedepankan Bhinneka Tunggal Ika untuk sehat dan
sejahtera dalam keragaman.
"Karakter-karakter negatif tersebut harus ditekan
seminimal mungkin, agar tidak menjadi sebab timbulnya konflik," kata Eny.
Individu yang menjadi anggota masyarakat sebaiknya lebih membuka diri satu sama
lain serta mencoba lebih mengenali dan memahami kearifan budaya masing-masing
etnik, sehingga tidak akan mudah menjatuhkan stigma negatif.
Lebih lanjut, Eny menegaskan bahwa Psikologi UMS akan lebih
banyak menyelenggarakan riset-riset kolaborasi dosen dengan mahasiswa, terlebih
dalam riset-riset yang berhubungan dengan kepentingan masyarakat luas.
Kolaborasi semacam itu bisa memberikan lebih banyak kesempatan pada mahasiswa
untuk lebih berkembang. []